Peksi Moi

Peksi Moi adalah tarian yang berkembang di wilayah Sleman. Peksi Moi merupakan singkatan dari "Persatuan Kesenian Islam Main Olahraga Bela Diri". Tarian ini dipopulerkan oleh K.H. Nahrowi, yang merupakan seorang ulama dari Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman, pada tahun 1964. Peksi Moi menunjukkan bahwa tarian merupakan kumpulan gerakan bela diri yang diiringi dengan instrumen. Setiap instrumen dan lagu yang dimainkan memiliki gerakan yang berbeda-beda, yang mana liriknya mengindikasikan ajakan beribah dan menunjukkan persatuan bangsa. Peksi moi dapat dimainkan dalam waktu yang singkat maupun dalam waktu yang panjang, kurang lebih satu jam.

Dalam peksi moi, terdapat beberapa peran yang dimainkan, antara lain penari, pemusik, dan penyanyi. Dalam penampilan peksi moi, terdapat 12 hingga 16 orang penari, bersama dengan empat orang pemusik yang memainkan gendang (satu orang) dan rebana/terbang (tiga orang), dan juga dua orang penyanyi. Pementasan tari terdiri dari laki-laki dan perempuan dnengan 35 lagu yang mengiringi, lagu hanya berupa syair-syairu ajakan, dan tidak memiliki alur cerita. Terdapat tiga jenis bahasa dan satu rangkaian nada yang digunakan dalam syair Peksimoi, yaitu Bahasa Arab (8bait). Kostum yang digunakan baju berwarna putih dibalut rompi berwarna biru, jingga dan ungu. Di bagian perut memakai stagen; ikat kepala dengan variasi bulu, celana berwarna hitam dibalut dengan jarik motif parang. seragamnya dimodifikasi secara berkala serta mengalami perubahan dari dulu sampai sekarang, kostum didesain menarik dan menyesuaikan perkembangan zaman.

Peksimoi menjadi bagian penting dari masyarakat Dusun Soka Wetan, sebagai suatu seni tradisi bernuansa Islam yang dipegang oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Peksimoi menjadi identitas masyarakat dalam menyalurkan ekspresi keberagaman, juga menjadi ajang silaturahmi warga masyarakat, bahkan mampu menghasilkan pendapatan ekonomi bagi para pemainnya. [1]

Referensi

  1. ^ Paluseri, Iien 2018, hlm. 182–183.

Daftar pustaka

  • Paluseri, Dais Dharmawan; et al. (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 (PDF). Jakarta: Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  • l
  • b
  • s
Tarian Indonesia
Sumatra
Aceh
  • Laweut
  • Likok Pulo
  • Pho
  • Rabbani Wahed
  • Ranup lam Puan
  • Geleng
  • Rateb Meuseukat
  • Ratoh Duek
  • Rencong
  • Seudati
  • Tarek Pukat
Alas-Kluet
  • Landok Sampot
  • Landok Alun
  • Mesekat
  • Tari Pelabat
Batak
  • Karo
    • Gundala-Gundala
    • Guro-Guro Aron
    • Ndikkar
    • Piso Surit
  • Mandailing
    • Endeng-endeng
    • Sarama Datu
  • Toba
    • Tortor
Gayo
Kerinci
Lampung
Melayu
Mentawai
  • Turuk
    • Laggai
    • Pokpok
    • Uliat Bilou
    • Uliat Manyang
Minangkabau
Nias
  • Bölihae
  • Fahimba
  • Famanu-manu
  • Fanari Moyo
  • Fatele
  • Hiwö
  • Maena
  • Maluaya
  • Manaho
  • Mogaele
Palembang
Rejang, Kaur,
Mukomuko,
dan Serawai
Singkil
Tamiang
Bantenan
Betawi
Cirebon-Indramayu
Jawa
Madura
  • Blandaran
  • Muang Sangkal
Sunda
Banjar
Bulungan
  • Jugit Demaring
Dayak
Melayu Kalimantan
Paser
Tidung
  • Ambi
  • Bangun
  • Jepin Kinsat Suara Siam
  • Liaban
Alor
  • Lego-Lego
Bali
Bima dan Sumbawa
Flores
Sasak
Sumba
  • Kabokang
  • Kandingang
  • Ningguharama
  • Kataga
  • Woleka
Timor
Bugis, Makassar,
Bone, dan Luwu
Buton, Muna, dan Wakatobi
Gorontalo
  • Dana–dana
  • Elengge
  • Langga
  • Mopohuloo/Modepito
  • Sabe
  • Saronde
  • Tanam Padi
  • Tidi Lo Malu
  • Tulude
Mandar
Minahasa
Bolaang dan Mongondow
Padoe
Bare'e, Pamona, dan Kaili
Sangihe, Talaud,
dan Siau Tagulandong
Biaro
  • Alabadiri
  • Gunde
  • Mesalai
  • Ransansahabe
  • Tari Salo
  • Upase
Toraja
Arfak
Asmat
Biak
Dani
Fakfak
Isirawa
Mimika (Kamoro)
Kep. Maluku Tengah dan Selatan
Kep. Maluku Utara
Moi
Sentani
Serui dan Waropen
Lain-lain
India-Indonesia
Arab-Indonesia
Tionghoa-Indonesia
Eropa-Indonesia
Kategori