Pax Nederlandica

Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Prasejarah
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Tarumanagara 450–900
Kerajaan Kalingga 594–782
Kerajaan Melayu 671–1347
Kerajaan Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Mataram 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1045
Kerajaan Janggala 1045–1136
Kerajaan Kadiri 1045–1221
Kerajaan Singasari 1222–1292
Kerajaan Majapahit 1293–1478
Penyebaran Islam 800–1600
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–1905
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–1860
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–1946
Kesultanan Yogyakarta 1755–1945
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Kemerdekaan
Hari Patriotik 23 Januari 1942 1942
Revolusi Nasional Indonesia 1945–1949
Masa Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Pax Nederlandica[1][2] adalah politik kolonial Belanda di Nusantara[2] dengan upaya menyatukan wilayah-wilayahnya melalui perjanjian dan pendekatan militer.[3][4] Pax Nederlandica menunjukkan bahwa Belanda mengalami perubahan orientasi politik yang awalnya hanya melakukan monopoli perdagangan dan membatasi jalur perdagangan, kemudian menjadi negara berpaham kolonialisme dan imperialisme yang melakukan politik ekspansi.

Latar belakang

Belanda menggagas Pax Nederlandica karena kekhawatiran terhadap negara-negara Barat lain akan datang ke wilayah Nusantara dan berniat menguasainya, dan juga Terusan Suez yang telah dibuka membuat jalur pelayaran antara Eropa dan Asia menjadi lebih singkat sehingga Belanda menginginkan untuk melaksanakan Politik Pasifikasi sesegera mungkin untuk menguasai daerah di Nusantara.[3]

Pax Nederlandica juga digagas untuk mengubah sistem administrasi tradisional menjadi sistem administrasi modern, yaitu dengan mengubah sistem pemimpin pribumi ke sistem birokrasi kolonial. Sehingga Belanda dapat ambil posisi penting dari pemimpin daerah dan menjadikan para pemimpin pribumi terlepas dari hubungan tradisional dengan rakyatnya lalu menjadikannya sebagai pegawai di dalam birokrasi kolonial.[4]

Pelaksanaan

Politik Pasifikasi

Politik Pasifikasi adalah kegiatan ekspansi militer Belanda untuk menguasai daerah-daerah yang belum dikuasai oleh Belanda, kegiatan Politik Pasifikasi mengakibatkan terjadinya beberapa peperangan di berbagai wilayah Nusantara, salah satunya yaitu Perang Aceh.[5][6]

Perjanjian

Belanda melakukan sejumlah perjanjian untuk dapat menguasai beberapa wilayah di Nusantara, yaitu Kongres Wina (1815) dan Konvensi London (1814) untuk mengembalikan beberapa wilayah dari negara-negara Eropa sebelum invasi Napoleon Bonaparte, Traktat London (1824) bersangkutan dengan Sumatra dan Bengkulu, Traktat Sumatra (1871) bersangkutan dengan Aceh dan Gayo-Alas,[5] perjanjian antara Inggris dan Belanda yang berkaitan dengan Irian Barat (1828), dan perjanjian antara Portugis dengan Belanda yang berkaitan dengan perbatasan antara Timor Barat dan Timor Timur (1904).

Dampak

Pax Nederlandica melalui proses Politik Pasifikasi selama abad ke-19 Masehi berdampak pada hilangnya kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Nusantara karena dikuasai oleh Belanda. Belanda dengan sejumlah kerajaan di Nusantara terikat oleh Perjanjian Panjang (Lange Veklaring), salah satunya Kesultanan Bima[7] dan Perjanjian Pendek (Korte Veklaring), salah satunya Negeri Langsa.[6] Berdasarkan perjanjian tersebut, Gubernur Jenderal Hindia Belanda memiliki kekuasaan untuk mengarahkan serta mengawasi kegiatan sejumlah kerajaan di Nusantara yang terikat perjanjian, hingga membuat wilayah kerajaan yang terikat perjanjian menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah Belanda serta terjadinya perubahan pada struktur kelembagaan kerajaan yang membuat pemerintahan Belanda memiliki hak untuk mengambil keputusan dalam kerajaan.

Pax Nederlandica juga memberikan dampak yang bermanfaat pada infrastruktur transportasi, pemerintah Belanda membangun jalan dan jalur kereta api sehingga memudahkan mobilisasi serta pergerakan pasukan untuk menghadapi perlawanan-perlawanan rakyat pada abad ke-19. Di daerah Aceh, Belanda membangun jalur kereta api dari Kotaraja ke Oeluelue pada 1876 untuk transportasi peralatan perang.[6] Di daerah Sumatera Barat dan Sumatera Utara pemerintah Belanda juga membangun sarana transportasi untuk menaklukkan perlawanan rakyat.

Pax Nederlandica juga memberikan dampak pada migrasi penduduk serta pencampuran budaya, karena tentara yang direkrut Belanda berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Para tentara tersebut kemudian bermukim di wilayah tempat tugasnya dan menikah dengan warga setempat sehingga terjadi amalgamasi.

Referensi

  1. ^ Zubaedah, Aminatun; Edi; Lay; Fatimah dkk. (2018). The Politics of Welfare: Contested Welfare Regimes in Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 28. ISBN 978-602-433-608-0.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ a b Boomgaard, Peter (2003). "Smallpox, vaccination, and the Pax Neerlandica, Indonesia, 1550-1930". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 159 (4): 591. doi:10.1163/22134379-90003743. 
  3. ^ a b Mustopo, M. Habib; Hermawan; Waluyo; Suprijono; Sugiharti (November 2007). Sejarah: Untuk kelas 2 SMA. Jakarta: Yudhistira. hlm. 117. ISBN 979-676-707-4.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  4. ^ a b Putri, Arum Sutrisni (6 Maret 2020). Putri, Arum Sutrisni, ed. "Politik Etis: Pengertian, Latar Belakang, Tokoh dan Tujuan". Kompas.com. Diakses tanggal 23 Maret 2020. 
  5. ^ a b Amal, Taufik Adnan; Panggabean, Samsu Rizal (Desember 2004). Politik Syariat Islam: dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet. hlm. 17. ISBN 979-3064-07-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  6. ^ a b c Muhajir, Ahmad (2018). "Langkah Politik Belanda di Aceh Timur: Memahami Sisi Lain Sejarah Perang Aceh, 1873-1912". MUKADIMAH. 1 (2): 161–171. doi:10.30743/mkd.v1i2.515. 
  7. ^ Sukarddin, Sukarddin; Musaded, Akhamad Ari; Ediyono, Suryo (2018). "War of Ngali Toward Dutch Colonialism in Bima". International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. 5 (4): 130. doi:10.18415/ijmmu.v5i4.216.